Pernahkah kita jatuh cinta? Atau pernahkan kita mencintai seseorang? Tentu pernah bukan? Karena mencintai dan dicintai adalah keniscayaan Fitrah sekaligus sebuah hal yang sungguh membahagiakan.
Cinta layaknya senyawa
Natrium yang mengikat Chlorida, sungguh kuat sehingga menghasilkan zat yang
berguna. Cinta Seperti daun yang mengikat Chlorofil, begitu kuat agar menghasilkan
daun baru untuk keberlangsungan ekosistem. Cinta seperti hanya Muzakki dan Mustahiq yang dimana saling membutuhkan.
Cinta menjadikan Salman al-Farisi menggendong sang
Ibunda menuju Baitullah untuk menunaikan Ibadah Haji. Cinta jualah yang menggerakkan Zaid bin Haritsah merelakan diri “menjadi tameng” melindungi Rasulullah saat Rasul terancam
dalam Perang Thaif.
Sebaliknya cinta juga bisa membuat hari-hari kita menjadi buram, penuh kegalauan, kesedihan, bahkan kemarahan karena salah dalam menempatkan cinta. Begitulah dahsyatnya cinta.
Soo, cinta itu apa ya? Cinta adalah sebentuk perasaan ’suka’
terhadap sesuatu yang mampu melahirkan berbagai sikap/tindakan pada seseorang.
Indikasi seseorang ’jatuh cinta’ antara lain: kagum terhadap sesuatu,
rela atas perlakuan yang diberikan, siap berkorban, takut kehilangan dan
mengecewakan, penuh harapan, serta taat.
Bagi seorang
Mu’min, cinta haruslah
diletakkan dalam porsi Iman dan
nilai-nilai Allah. Hamba yang beriman harus mencintai apa saja yang telah dicintai oleh Allah
dan Rasul-Nya serta wajib membenci apa saja yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Itu adalah konsekwensi Cinta seorang Mu’min.
Seyogyanya sebagai seorang mu’min cinta kepada Allah wajib ditempatkan dalam tatanan paling tinggi, tatanan selanjutnya adalah cinta kepada Rasul-Nya, cinta kepada sesama
mukmin dan terakhir cinta kepada harta/benda.
Sebagaimana Allah sebutkan dalam Firmannya tentang
keniscayaan fitrah mencintai Harta/benda :
“Dijadikan indah pada pandangan manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat
kembali yang baik (surga).” (QS.
Al-Maidah:14)
Adakah kita jua ingat perkataan indah dari Rasulullah yang jua terkait tentang cinta “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah dan
memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna imannya.” (HR. Abu Daud)
Ini adalah sebuah salah satu standart dalam porsi
cinta dari Rasulullah dimana ada penekanan bahwa dalam mencintai adalah karena
Allah, sehingga itu menjadi salah satu indikasi kesempurnaan iman hamba Allah.
Dan jua sebuah kewajiiban mu’min agar tiada sampai
terjebak dalam cinta semu,
yaitu mencintai dunia berlampau batas
alias melebihi takaran cinta kita pada Allah.
Dalam surah Taubah ayat ke-24 Allah berfirman, “Katakanlah, jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik.”
Lantas bagaimana cara mengaplikasikan cinta
kita pada Allah dan Rasul-Nya sesuai
dengan takaran dan tatanan yang telah baku dalam Islam?
Yaitu cukup
dengan “sami’na wa ato’na” pada Hukum Allah dan Rasul-Nya, Meyakini kebenaran ajarannya serta mengamalkannya.
Tetap jaga hati kita agar terus dan tetap
istiqomah dalam mencintai Allah dan Rasul-Nya, salah satunya dengan berdoa agar
tetap dalam keImanan dan Kebenaran islam hingga akhir hayat ”Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah
mereka itu memenuhi segala (segala
perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS. Al- Baqarah :186)
Komentar